3. TERTOLONG OLEH KEAHLIAN Dahulu kala bertahta seorang raja di sebuah negeri yang amat jauh letaknya. Baginda dicintai benar oleh rakyatnya oleh karena pemerintahannya keras, tetapi adil. Baginda tidak membeda-bedakan yang miskin dengan yang kaya, semuanya harus taat pada peraturan-peraturan negara. Putera raja itu hanya seorang, bernama Harun. Pada suatu hari ketika pangeran Harun telah berumur duabelas tahun, ayahnya memanggilnya lalu bertitah: "Ananda sekarang telah besar. Bagi ananda telah ayahanda cari guru-guru yang cakap untuk mengajar ananda, sehingga jika telah tiba saatnya ayahanda mangkat anandalah yang menggantikan dan memerintah negeri ini sebagai seorang raja yang pandai dan pemurah hati. Akan tetapi belajar saja belum cukup. Ananda harus juga mempunyai suatu keahlian sebagai seorang penduduk biasa di negeri ini. Keahlian itu berfaedah benar bagi ananda pada kemudian hari." Pangeran Harun tercengang mendengar ayahnya bertitah demikian. "Ananda mengerti, bahwa ananda harus banyak belajar," sembahnya. "Akan tetapi, apa sebabnya ananda harus memahami sesuatu keahlian seperti seorang biasa? Bukankah ananda putera mahkota dan karena itu tidak usah bekerja?" Ayahnya menjawab: "Marilah ke dekat ayahanda. Nanti ayahanda ceritakan kepada ananda sebuah cerita yang sungguh-sungguh telah terjadi. Barangkali ananda akan lebih mengerti jika telah ananda dengar." Pangeran Harun duduk di atas sebuah bangku rendah dekat ayahnya dan ayahnya mulai bercerita. "Pada suatu hari, ketika ayahanda masih muda seperti ananda sekarang ini, ayahanda bersenang-senang seorang diri di pekarangan istana. Ketika ayahanda sampai di depan pintu gerbang, kebetulan ayahanda lihat pintu itu tidak tertutup. Penjaga pintupun tidak ada. Ayahanda sekali-kali tidak diizinkan ke luar seorang diri dari pekarangan istana itu. Selalu ayahanda diiringkan guru ayahanda. Waktu itu ke-sempatan yang baik bagi ayahanda untuk meloloskan diri. Setelah ayahanda tahu benar, bahwa tidak seorangpun yang akan melihat, dengan hati-hati ayahanda ke luar dari pekarangan istana itu. Tiada berapa lamanya sampailah ayahanda pada pinggir sebuah hutan yang besar. Di sana kelihatan sebuah pondok dan ayahanda masuk ke dalamnya. Pada waktu itu tidak ada seorangpun di dalam pondok itu, akan tetapi pada dinding tergantung pakaian seorang anak gembala. Pakaian itu ayahanda kenakan dan pakaian ayahanda sendiri disimpan di bawah balai-balai. "Nah," pikir ayahanda, "sekarang tidak seorangpun yang dapat mengenal ayahanda." Sesudah kira-kira sejam ayahanda berjalan-jalan di dalam hutan itu, ayahanda bermaksud kembali ke pondok tadi dan pulang ke istana dengan tidak setahu seorangpun. Alangkah terkejutnya ayahanda ketika hendak pulang, sebab jalan ke pondok tadi tidak berjumpa lagi. Ayahanda telah sesat. Sehari-harian itu ayahanda di dalam hutan mencari jalan ke pondok, akan tetapi sia-sia belaka. Ayahanda letih benar, lagi pula haus serta lapar. Pada senja hari, hutan itu makin lama makin bertambah gelap dan ayahanda mulai takut. Sekonyong-konyong ayahanda tiba pada sebuah tanah lapang dan tampak seorang orang tua berjanggut panjang sedang duduk di muka sebuah gua. Ayahanda amat bersuka cita waktu melihat orang tua itu, lalu berlari-lari menghampirinya. Ayahanda memperkenalkan diri kepadanya dan menceritakan apa yang telah terjadi sesudah ayahanda meninggalkan pekarangan istana itu. Ayahanda menangis dan berkata: "Oh, nenenda yang budiman, tolonglah bawa cucunda kembali ke istana. Cucunda amat takut dalam hutan yang besar ini." Pertapa itu tersenyum lalu berkata: "Duduklah di sini dulu cucunda untuk melepaskan lelah. la masuk ke dalam guanya dan kemudian ke luar membawa sepiring nasi dan sekendi air. Belum pernah ayahanda makan dan minum seenak itu. Sesudah makan berangkatlah kami menuju istana dan setengah jam kemudian tibalah kami ke pondok di pinggir hutan itu. Sesudah pakaian gembala tadi ayahanda tukar dengan pakaian ayahanda sendiri, pertapa itu minta diri untuk pulang ke guanya kembali. Ayahanda ucapkan terima kasih banyak kepadanya serta berkata: "Cucunda nanti akan membalas kebaikan nenenda itu." Akan tetapi pertapa itu tidak mau mengetahui tentang pembalasan apapun juga. la menjawab: "Kekayaan sekarang ini telah cukup bagi nenenda. Kekayaan saja tidak mendatangkan bahagia. Kebahagiaan hanya tercapai, jika kita bekerja. Oleh sebab itu cucunda harus berjanji akan belajar sehingga mendapat keahlian. Keahlian itu akan berfaedah benar kemudian hari." Sesudah berkata demikian pulanglah ia dan ayahandapun menuju ke istana. Tidak lama kemudian tibalah ayahanda di istana. Seluruh istana gelisah, karena sehari lamanya mereka mencari ayahanda dengan sia-sia. Ayah ayahanda marah benar, tetapi girang juga, karena ayahanda telah pulang dengan selamat. Ayahanda ceritakan apa yang telah terjadi dan nasihat yang telah diberikan pertapa itu kepada ayahanda. "Nasihat itu harus engkau laksanakan," kata ayah ayahanda, "pertapa adalah orang budiman yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi pada hari kemudian. Ayahanda tahu hal itu ada maksudnya." Kemudian terjadi sungguh-sungguh apa yang diramalkan pertapa itu." "Ayahanda pilih pekerjaan menganyam bakul. Mula-mula ayahanda pelajari membuat bakul-bakul yang kasar. Tidak sukar benar pekerjaan itu dan beberapa hari kemudian dapatlah ayahanda menganyamnya sendiri. Ketika ayah ayahanda melihat pekerjaan itu, maka dipanggilnya penganyam yang terpandai di negeri itu ke istana. Dari padanyalah ayahanda pelajari menganyam barang-barang halus. Sesudah tiga tahun belajar ayahanda memperoleh kepandaian itu. Bakul-bakul yang bagus serta berwarna yang indah-indah dan berbentuk yang sukar-sukar dapat ayahanda buat. Akan tetapi yang terbagus ialah tempat buah-buahan yang hanya dipakai jika tamu-tamu Agung datang ke istana. Pada suatu hari, waktu itu ayahanda baru berumur delapan belas tahun. Ayahanda berburu ke hutan bersama-sama dengan beberapa kawan. Ayahanda menembak seekor rusa dan memburunya, hingga masuk jauh ke dalam hutan. Karena itu hubungan ayahanda dengan kawan-kawan ayahanda terputus. Tiba-tiba keluarlah dari semak-semak dua orang penyamun. Mereka menangkap ayahanda dan tangan ayahanda diikatnya pada punggung ayahanda. Mulut ayahanda disumbatnya, sehingga tidak dapat berteriak. Ayahanda diperintahkan menunggang kuda ber-sama-sama dengan seorang penyamun dan kami masuk ke dalam hutan. Sejam kemudian tibalah kami pada suatu pegunungan dan berhenti di depan sebuah gua yang dipakai oleh penyamun-penyamun itu sebagai tempat tinggal. Mereka seret ayahanda ke dalam gua itu. Barang ayahanda diambilnya semuanya. Sesudah barang-barang itu dibagi-baginya penyamun yang pertama berkata: "Anak muda ini lebih baik kita bunuh saja. la tidak lagi berguna bagi kita." Ketika ayahanda mendengar hal itu ayahanda amat takut, akan tetapi ketakutan itu tidak ayahanda perlihatkan kepada mereka. "Tahukah kamu siapa sebenarnya saya ini," kata ayahanda. "Saya ialah penganyam yang terpandai di negeri ini. Saya dapat menganyam bakul yang sangat bagusnya, sehingga orang kaya-kaya akan membelinya. Yang saya perlukan hanyalah bambu dan cat. Penyamun yang kedua berkata: "Baiklah kita coba dia. Dengan cara ini lebih mudah kita dapat uang." Ditungganginya kuda dan beberapa jam kemudian ia kembali dengan membawa alat-alat yang dipergunakannya itu. Dua hari kemudian bakul itu telah selesai. Bagus sekali bakul itu. Bakul yang ayahanda anyam ini serupa benar dengan tempat buah-buahan di istana. Pinggirnya ayahanda beri bertanda rahasia yang hanya dapat diketahui oleh ayah ayahanda dan penasihat-penasihatnya. Dengan hati yang penuh keinginan akan banyak mendapat uang pergilah penyamun pertama menunggang kudanya ke istana untuk menjual bakul itu kepada ayah ayahanda. Tiba di istana, dikatakannya maksudnya kepada penjaga pintu gerbang serta memperlihatkan bakul itu kepadanya. Penjaga itu segera mengenal pekerjaan ayahanda, akan tetapi tidak dikatakannya kepada penyamun itu. Penyamun itu dibolehkan masuk ke istana dan harus menghadap ayah ayahanda. Bakul itu diperiksanya baik-baik dan ketika ia membaca tanda-tanda rahasia ayahanda itu, maka diperintahkannya kepada pengawal-pengawalnya menangkap penyamun itu. Dengan tanda-tanda rahasia itu ayahanda kabarkan kepada ayah ayahanda, bahwa ayahanda ditangkap oleh penyamun. Terpaksa penyamun itu harus menceritakan kemana ayahanda dibawa. Dengan diiringkan oleh serdadu-serdadu ia kembali ke gua di hutan itu. Ayahanda segera dilepaskan dan kedua orang penyamun itu diikat dan dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian mereka itu dihukum mati." "Inilah sebabnya ayahanda menyuruh ananda mempelajari sesuatu pekerjaan tangan. Janganlah ananda malu mempelajarinya. Barangkali kecakapan yang ananda peroleh itu akan berguna sekali bagi ananda kemudian hari," ujar raja itu. "Akan ananda lakukan apa yang ayahanda katakan itu," sembah Pangeran Harun. Hal yang diceritakan ayahnya itu sangat menarik perhatiannya. "Sekarang barulah ananda mengerti., bahwa ananda harus mempelajari sesuatu pekerjaan tangan. Ananda ingin menjadi penenun. Dan ananda akan berusaha belajar menenun kain yang sama bagusnya dengan tempat buah-buahan ayahanda itu." ============================================ Ebook Cersil, Teenlit, Novel (www.zheraf.net) Gudang Ebook Ponsel http://www.ebookHP.com ============================================